Selasa, 21 Oktober 2014

OBAT PENENANG HATI ITU DZIKIR KEPADA ALLAH (Bacaan Khusus Wanita)

Belajar Dzikir - Sudah menjadi tabiat manusia bahwa mereka menyukai sesuatu yang bisa menyenangkan hati dan menentramkan jiwa mereka. Oleh sebab itu, banyak orang rela mengorbankan waktunya, memeras otaknya, dan menguras tenaganya, atau bahkan kalau perlu mengeluarkan biaya yang tidak kecil jumlahnya demi meraih apa yang disebut sebagai kepuasan dan ketenangan jiwa.


Namun, ada sebuah fenomena memprihatinkan yang sulit sekali dilepaskan dari upaya ini. Seringkali kita jumpai manusia memakai cara-cara yang dibenci oleh Allah SWTdemi mencapai keinginan mereka.

Ada di antara mereka yang terjebak dalam jerat harta. Ada yang terjebak dalam jerat wanita. Ada yang terjebak dalam hiburan yang tidak halal. Ada pula yang terjebak dalam aksi-aksi brutal atau tindak kriminal.

Apabila permasalahan ini kita cermati, ada satu faktor yang bisa ditengarai sebagai sumber utama munculnya itu semua. Hal itu tidak lain adalah karena manusia tidak lagi menemukan ketenangan dan kepuasan jiwa dengan berdzikir dan mengingat Rabb mereka.

Padahal, Allah SWT telah mengingatkan hal ini dalam Al-Quran, “Orang-orang yang beriman dan hati mereka bisa merasa tentram dengan mengingat Allah, ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati akan merasa tentram.” (QS. ar-Ra’d: 28).

Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa pendapat terpilih mengenai makna ‘mengingat Allah’ di sini adalah mengingat al-Qur’an. Hal itu disebabkan hati manusia tidak akan bisa merasakan ketentraman kecuali dengan iman dan keyakinan yang tertanam di dalam hatinya. Sementara iman dan keyakinan tidak bisa diperoleh kecuali dengan menyerap bimbingan al-Qur’an ( Tafsir al-Qayyim, hal. 324)

Ibnu Rajab al-Hanbali berkata, “Dzikir merupakan sebuah kelezatan bagi hati orang-orang yang mengerti.”

Demikian juga Malik bin Dinar mengatakan, “Tidaklah orang-orang yang merasakan kelezatan bisa merasakan sebagaimana kelezatan yang diraih dengan mengingat Allah.” (Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 562).

Sekarang, yang menjadi pertanyaan kita adalah; mengapa banyak di antara kita yang tidak bisa merasakan kelezatan berdzikir sebagaimana yang digambarkan oleh para ulama salaf. Sehingga kita lebih menyukai menonton sepakbola daripada ikut pengajian, atau lebih suka menikmati telenovela daripada merenungkan ayat-ayat-Nya, atau lebih suka berkunjung ke lokasi wisata daripada memakmurkan rumah-Nya.

Perhatikan ucapan Rabi’ bin Anas berikut ini, mungkin kita akan bisa menemukan jawabannya. Rabi’ bin Anas mengatakan sebuah ungkapan dari sebagian sahabatnya, “Tanda cinta kepada Allah adalah banyak berdzikir/mengingat kepada-Nya, karena sesungguhnya tidaklah kamu mencintai apa saja kecuali kamu pasti akan banyak-banyak menyebutnya.” (Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 559).

Ini artinya, semakin lemah rasa cinta kepada Allah dalam diri seseorang, maka semakin sedikit pula ‘kemampuannya’ untuk bisa mengingat Allah ta’ala. Hal ini secara tidak langsung menggambarkan kondisi batin kita yang begitu memprihatinkan, walaupun kondisi lahiriyahnya tampak baik-baik saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar