BELAJAR DZIKIR - Islam dibangun dan berkembang dengan dua sayap, yaitu
ilmu dan makrifat di satu sisi serta zikir dan taqwa di sisi lain. Pada
hakikatnya hal ini menunjukkan adanya kewajiban rujukan terhadap nash al-Quran
yang dijabarkan oleh sunah Nabi seperti yang dilakukan oleh para sahabat. Keterkaitan
antara ilmu qalbu dan ilmu lisan sudah ada sejak masa permulaan diturunkannya
ayat al-Quran.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan pada bagian awal
dari dua surat yang berurutan, yaitu :
يَا اَيُّهَا
الْمُزَّمِّلُ. قُمِ اللَّيْلَ اِلاَّ قَلِيْلاً
Hai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah di
malam hari (untuk shalat), kecuali sedikit (dari padanya) (QS 73 Al-Muzzammil : 1-2)
يَا اَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ. قُمْ
فَأَنْذِرْ
Hai orang yang berselubung (Muhammad). Bangunlah, lalu
berikan peringatan
(QS 74 Al-Muddatstsir : 1-2)
Dari ayat tersebut kita ketahui bahwa perintah Allah
Subhanahu Wa Ta’ala untuk memulai berdakwah kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam itu setelah beliau ditempa di madrasah ruhiyah melalui
qiyamul-lail dan istiqomah dalam berdzikir kepada Allah Subha-nahu Wa Ta’ala.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memberikan pendidikan
sempurna kepada kekasihNya ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkhalwat
di Goa Hira. Pendidikan sempurna itu telah membuahkan hasil dimana beliau
merasakan nikmatnya ibadah pada saat berada di maqam mahabbah. Pengalaman yang
dirasakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ketika berada di Goa Hira
mengajarkan kepada kita bahwa setiap nafas yang kita keluarkan harus selalu
diisi oleh amalaiah ibadah, seperti difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam
Al-Quran :
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ اْلاِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku
(QS 51 Adz-Dzariyat : 56)
Para salafus-saleh mengartikan ayat ini sebagai wahana
pendidikan dalam rangka mencapai keselamatan. Ibadah yang baik akan mampu
mengendalikan diri yang pada akhirnya qalbu bisa menjadi tenang.
Di kalangan ulama tasawuf, madrasah pendidikan yang
menggunakan dzikir dan shalat untuk mencapai kebahagiaan lahir batin sering
diistilahkan dengan sebutan tazkiyatun-nafs, seperti yang diisyaratkan
dalam Al-Quran :
قَدْ
اَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَ ذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى
Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan dirinya,
dan yang mengingat nama Tuhannya lalu dia shalat. (QS 87 Al-A’la : 14-15)
Pembahasan tentang tazkiyatun-nafs akan selalu
berhubungan dengan dzikir dan shalat. Sedangkan dzikir dan shalat merupakan
bagian dari kajian tentang qalbu.
Selain dari ayat-ayat tersebut di atas, hal penting
yang menjadi acuan pentingnya tazkiyatun-nafs adalah penjelasan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
ketika Jibril bertanya tentang Ihsan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
menjawab bahwa Ihsan itu adalah :
اَنْ
تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
(Ihsan itu)
ialah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak
melihat-Nya (yakinlah bahwa) sesungguhnya Allah melihat kamu.
Kita semua pasti mendambakan kebahagiaan dan kedamaian
dalam hidup, namun perlu diketahui bahwa rasa bahagia dan damai itu letaknya di
hati. Kecelakaan besar bagi manusia jika hatinya lalai dari Allah Subhanahu Wa
Ta’ala. Inilah musibah besar saat seseorang lebih mengutamakan segala nikmat
duniawi daripada mempersiapkan bekal menuju akhirat kelak. Ini adalah persoalan
hati, hati yang mungkin sedang digembok oleh hal-hal yang bersifat keduniaan
sehingga lalai dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal ini pun bisa terjadi pada
orang-orang yang sering membaca Al-Quran namun sulit untuk memahami dan
meresapi isi dan hikmah yang terkandung dalam Al-Quran.
Gembok hati, bisa jadi berupa kemaksiatan yang
dilakukan oleh manusia. Kemaksiatan yang sebenarnya telah diketahui manusia
sebagai sebuah kemaksiatan, namun karena kemaksiatan tersebut telah menggembok
hati dan telah menjadi pola pikirnya, kemaksiatan tersebut terus dilakukan. Aliran
darah tak mampu membendung kemaksiatan karena darah yang mengalir adalah hasil
dari mengkonsumsi makanan-makanan yang haram. Atau bisa jadi makanan tersebut
halal, namun berasal dari transaksi yang bersifat riba. Jangan heran bila tubuh
ini terus melakukan kemaksiatan.
Gembok hati ini terbentuk dari aktivitas keduniaan
yang melalaikan manusia dari mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bisa jadi
aktivitas tersebut adalah kegiatan-kegiatan di kantor, di sekolah, di
tempat-tempat umum, di pusat-pusat perbelanjaan, dan di berbagai tempat
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar