Minggu, 12 Oktober 2014

MADRASAH RUHIYAH BERBENTUK QIYAMUL-LAIL DAN DZIKIR



BELAJAR DZIKIR - Islam dibangun dan berkembang dengan dua sayap, yaitu ilmu dan makrifat di satu sisi serta zikir dan taqwa di sisi lain. Pada hakikatnya hal ini menunjukkan adanya kewajiban rujukan terhadap nash al-Quran yang dijabarkan oleh sunah Nabi seperti yang dilakukan oleh para sahabat. Keterkaitan antara ilmu qalbu dan ilmu lisan sudah ada sejak masa permulaan diturunkannya ayat al-Quran.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan pada bagian awal dari dua surat yang berurutan, yaitu :


يَا اَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ. قُمِ اللَّيْلَ اِلاَّ قَلِيْلاً


Hai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah di malam hari (untuk shalat), kecuali sedikit (dari padanya) (QS 73 Al-Muzzammil : 1-2)


يَا اَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ. قُمْ فَأَنْذِرْ


Hai orang yang berselubung (Muhammad). Bangunlah, lalu berikan peringatan

(QS 74 Al-Muddatstsir : 1-2)


Dari ayat tersebut kita ketahui bahwa perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk memulai berdakwah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam itu setelah beliau ditempa di madrasah ruhiyah melalui qiyamul-lail dan istiqomah dalam berdzikir kepada Allah Subha-nahu Wa Ta’ala.


Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memberikan pendidikan sempurna kepada kekasihNya ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkhalwat di Goa Hira. Pendidikan sempurna itu telah membuahkan hasil dimana beliau merasakan nikmatnya ibadah pada saat berada di maqam mahabbah. Pengalaman yang dirasakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ketika berada di Goa Hira mengajarkan kepada kita bahwa setiap nafas yang kita keluarkan harus selalu diisi oleh amalaiah ibadah, seperti difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al-Quran :


وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ اْلاِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ


Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku

(QS 51 Adz-Dzariyat : 56)


Para salafus-saleh mengartikan ayat ini sebagai wahana pendidikan dalam rangka mencapai keselamatan. Ibadah yang baik akan mampu mengendalikan diri yang pada akhirnya qalbu bisa menjadi tenang.


Di kalangan ulama tasawuf, madrasah pendidikan yang menggunakan dzikir dan shalat untuk mencapai kebahagiaan lahir batin sering diistilahkan dengan sebutan tazkiyatun-nafs, seperti yang diisyaratkan dalam Al-Quran :


قَدْ اَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَ ذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى


Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan dirinya, dan yang mengingat nama Tuhannya lalu dia shalat. (QS 87 Al-A’la : 14-15)


Pembahasan tentang tazkiyatun-nafs akan selalu berhubungan dengan dzikir dan shalat. Sedangkan dzikir dan shalat merupakan bagian dari kajian tentang qalbu.


Selain dari ayat-ayat tersebut di atas, hal penting yang menjadi acuan pentingnya tazkiyatun-nafs adalah penjelasan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ketika Jibril bertanya tentang Ihsan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab bahwa Ihsan itu adalah :


اَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ


(Ihsan itu) ialah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya (yakinlah bahwa) sesungguhnya Allah melihat kamu.


Kita semua pasti mendambakan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup, namun perlu diketahui bahwa rasa bahagia dan damai itu letaknya di hati. Kecelakaan besar bagi manusia jika hatinya lalai dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Inilah musibah besar saat seseorang lebih mengutamakan segala nikmat duniawi daripada mempersiapkan bekal menuju akhirat kelak. Ini adalah persoalan hati, hati yang mungkin sedang digembok oleh hal-hal yang bersifat keduniaan sehingga lalai dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal ini pun bisa terjadi pada orang-orang yang sering membaca Al-Quran namun sulit untuk memahami dan meresapi isi dan hikmah yang terkandung dalam Al-Quran.


Gembok hati, bisa jadi berupa kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia. Kemaksiatan yang sebenarnya telah diketahui manusia sebagai sebuah kemaksiatan, namun karena kemaksiatan tersebut telah menggembok hati dan telah menjadi pola pikirnya, kemaksiatan tersebut terus dilakukan. Aliran darah tak mampu membendung kemaksiatan karena darah yang mengalir adalah hasil dari mengkonsumsi makanan-makanan yang haram. Atau bisa jadi makanan tersebut halal, namun berasal dari transaksi yang bersifat riba. Jangan heran bila tubuh ini terus melakukan kemaksiatan.


Gembok hati ini terbentuk dari aktivitas keduniaan yang melalaikan manusia dari mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bisa jadi aktivitas tersebut adalah kegiatan-kegiatan di kantor, di sekolah, di tempat-tempat umum, di pusat-pusat perbelanjaan, dan di berbagai tempat lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar