Dia biasa mengenakan pakaian yang tidak sembarangan, makan makanan yang istimewa, dan memakai wewangian yang diimpor dari semenanjung selatan.
Namun, setelah dakwah Islam sampai kepadanya, iman dan takwa tertanam di lubuk hatinya, dan iapun mereguk manisnya iman. Saat itulah ia merasa jemu untuk tetap pada kehidupan lamanya.
Ketika ia sudah
merasakan manisnya iman, dan ingin selalu berada dekat dengan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, iapun rela meninggalkan ibundanya tercinta dan
kehidupan yang nyaman. Ia bergegas bangkit untuk menyusul rombongan kaum
Muhajirin menuju Madinah. Hijrah yang dilakukannya ini adalah buah dari
meninggalkan kenikmatan semu menuju kenikmatan abadi. Iapun terbebas dari
kekangan hawa nafsu dan menjadikan keimanan terpancang teguh dalam hatinya.
Hingga akhirnya
tibalah hari Perang Uhud, ia menjumpai apa yang selama ini diimpikannya;
mendapatkan kesyahidan di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia gugur dengan
tidak meninggalkan apapun; meskipun hanya selembar kain kafan untuk membungkus
jasadnya. Kemudian para sahabat mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam untuk memberitahukan kondisi sahabat mulia ini. Mereka pun tidak
mendapati kain untuk menutupi jasadnya sehingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam memerintahkan untuk menggunakan daun pandan untuk menutupi sisa
jasadnya yang terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar