Andaikan
saja kita bersedia menyediakan kotak kosong, lalu kita masukkan semua dosa-dosa
yang kita lakukan, kira-kira, apa yang terjadi?
Saya menduga kuat bahwa kotak tersebut tak berbentuk
kotak lagi, karena tak mampu menahan muatan dosa kita.
Bukankah shalat kita masih ” bolong-bolong “? Bukankah
shalat kita sering terlambat, dikerjakan mau habis waktunya dan tidak khusyuk?
Bukankah kita pernah menahan hak faqir miskin?
Bukankah kita pernah, bahkan sering berbohong, mengingkari
janji, bersumpah dengan sumpah yang palsu, bersikap munafiq, mencerca manusia,
mengejeknya, menuduhnya, berburuk sangka padanya, iri hati, hasad, mengobarkan
rasa benci membenci dan dendam pada seseorang?
Bukankah kita pernah merasa diri paling benar, paling pintar dari orang lain, ta’ajub, riya, sombong, marah
yang tak pada tempatnya, angkuh, congkak, hebat, dan tinggi dari orang lain?
Bukankah karena lidah kita, tangan kita, badan, kaki
kita, mata dan hati kita pernah menyakiti manusia lainnya?
Bukankah kita pernah menyelipkan kertas amplop pada
petugas administrasi demi untuk kelancaran urusan kita, bermanis muka, lain di
mulut, lain dihati, bersikap munafik pada pejabat dan penguasa, menyandarkan
urusan padanya, agar kita dipandang pegawai yang baik dan banyak kerja, pada
hakikatnya banyak yang tidak kita kerjakan, malah kita asyik berdiri didepan
computer, chatting dan melihat situs-situs yang tidak baik, menghabiskan waktu
memakan harta yang tidak berhak kita makan, tanpa kita menyadarinya, bahwa hal
itu bukan hak kita.
Bukankah kita pernah menerima uang yang tak jelas
statusnya, sehingga pendapatan kita berlipat ganda?
Bukankah kita sering tak mau menolong orang yang meminta
bantuan pada kita, menolong saudara kita yang dalam kesulitan, walaupun kita
sanggup menolongnya?
Daftar ini akan bisa semakin sangat panjang bila
diteruskan.
Lalu apa yang harus kita lakukan?
Allah Subhanahu WaTa’ala berfirman dalam Al-Quran
قُلْ
يَاعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلَى اَنْفُسِهِمْ لاَ تَقْنَطُوْا مِنْ
رَحْمَةِ اللهِ اِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا اِنَّهُ هُوَ
الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Katakanlah wahai hamba-hambaku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya (kecuali syirik).
Sesungguhnya Dialah yang maha pengampun lagi maha penyayang.” (QS 39
Az-Zumar : 53)
Indah benar ayat ini, Allah menyapa kita dengan panggilan
yang bernada teguran, namun tidak diikuti kalimat yang berbau murka. Justru Allah
mengingatkan kita untuk tidak berputus asa dari rahmat Allah. Allahpun
menjanjikan kita untuk mengampuni dosa-dosa kita.
Karena itu, kosongkanlah lagi kotak-kotak yang penuh tadi
dengan taubat padaNya. Kita kembalikan kotak itu seperti keadaannya semula,
kita kembalikan jiwa kita kepada jiwa yang fitri dan bersih.
Jika kita punya onta lengkap dengan segala perabotannya,
lalu tiba-tiba onta itu hilang, bukankah kita sedih?
Bagaimana pula jika onta itu tiba-tiba kembali berjalan
menuju kita lengkap dengan segala perbekalannya, bukankah kita merasa bahagia?
Rasulullah
SAW bersabda, “ketahuilah Allah akan lebih senang lagi melihat hambaNya
yang berlumuran dosa kembali kepadaNya.”
Allah
berfirman,
وَ اَنِيْبُوْا اِلَى رَبِّكُمْ
وَ اَسْلِمُوْا لَهُ مِنْ قَبْلِ اَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لاَ
تُنْصَرُوْنَ
“Kembalilah
kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah padaNya, sebelum datang azab kepadamu
kemudian kamu tidak dapat ditolong lagi “. (QS 39 Az-Zumar : 54 )
Seperti
onta yang sesat jalan, dan mungkin telah tenggelam didasar lautan samudra,
mengapa kita tak berusaha berjalan kembali menuju Allah, dan menangis di “kaki
kebesaranNya”, mengakui kesalahan kita, dan memohon ampunanNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar