Mereka lalu membawa anak gadis itu pulang, memberinya pakaian yang
rapi, dan malam itu juga, gadis itu dinikahkan dengan laki-iaki paling agung di
antara manusia, Nabi agama Islam. Suatu penghormatan paling unik yang pernah
diterima seorang wanita. Aisyah adalah salah seorang putri tersayang Sayidina
Abu Bakar, sahabat Nabi yang setia, yang kemudian menggantikan Nabi sebagai
Khalifah Islam yang pertama. Gadis itu lahir di Mekkah 614 Masehi, delapan
tahun sebelum permula an zaman Hijrah. Orang tuanya sudah memeluk agama Islam.
Sejak mulai kecil anak gadis itu telah dididik sesuai dengan tradisi paling
mulia --agama baru itu-- dan dengan sempurna dipersiapkan dan diberinya hak
penuh untuk kemudian menduduki tempat yang mulia.
Ia menjadi istri Nabi selama sepuluh tahun. Masih muda sewaktu
dinikahkan dengan Nabi, tetapi ia memiliki kemampuan sangat baik sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan tugas barunya. Kehadirannya membuktikan bahwa ia
seorang yang cerdas dan setia, dan sebagai istri, sangat mencintai tokoh
dermawan paling besar bagi umat manusia. Di seluruh dunia, ia diakui sebagai
pembawa riwayat paling otentik bagi ajaran Islam seperti apa yang telah
disunahkan oleh suaminya. Ia di anugerahi ingatan yang sangat tajam, dan mampu
mengingat segala pertanyaan yang diajukan para tamu wanita kepada Nabi, serta
juga mengingat segenap jawaban yang diberikan oleh Nabi. Diingatnya secara
sempurna semua kuliah yang diberikan Nabi kepada para delegasi dan jemaah di
masjid. Karena kamar Aisyah itu bersebelahan dengan masjid, dengan cermat dan
tekun ia mendengarkan dakwah, kuliah, dan diskusi Nabi dengan para sahabat dan
orang-orang lain. Ia mengajukan juga pertanyaan-pertanyaan kepada Nabi tentang
soal-soal yang sulit dan rumit sehubungan dengan ajaran agama baru itu. Hal-hal
inilah yang menyebabkan ia menjadi ilmuwan dan periwayat yang paling besar dan
paling otentik bagi sunnah Nabi dan ajaran Islam.
Aisyah tidak ditakdirkan hidup bersama-sama dengan Nabi untuk waktu
yang lama. Pernikahannya itu berlangsung hanya sepuluh tahun saja. Tahun 11
Hijrah, 632 Masehi, Nabi wafat dan dimakamkan di kamar yang dihuni Aisyah. Nabi
digantikan oleh seorang sahabat yang setia, Abu Bakar, sebagai khalifah islam
yang pertama. Aisyah terus menduduki urutan kesatu, dan setelah Fatima
meninggal dunia di tahun 11 Hijrah, Aisyah dianggap sebagai wanita yang paling
penting di dunia Islam. Tetapi ayahnya, Abu Bakar, tidak berumur panjang. Ia
meninggal dunia dua setengah tahun setelah wafat Nabi.
Selama kekuasaan Umar al-Faruq, kalifah yang kedua, Aisyah
menduduki posisi sebagai ibu utama di seluruh daerah-daerah Islam yang secara
cepat makin meluas. Orang datang untuk meminta nasihat-nasihatnya yang bijaksana
tentang segala hal yang penting.
Umar terbunuh dan kemudian Khalifah Usman. Dua peristiwa kesyahidan
tersebut telah mengguncangkan sendi-sendi negara baru itu, dan menjurus kepada
perpecahan yang tragis di kalangan umat Islam. Keadaan itu sangat merugikan
agama yang sedang menyebar luas dan berkembang dengan cepat, yang pada waktu
itu telah menjalar sampai ke batas pegunungan Atlas di sebelah Barat, dan ke
puncak-puncak Hindu Kush di sebelah Timur.
Aisyah tidak dapat tinggal diam sebagai penonton dalam menghadapi
oknum-oknum pemecah-belah itu. Dengan sepenuh hati ia membela mereka yang
menuntut balas atas kesyahidan khalifah yang ketiga. Di dalam Perang Unta,
suatu pertempuran melawan Ali, khalifah yang keempat, pasukan Aisyah kalah dan
ia terus mundur ke Medina di bawah perlindungan pengawal yang diberikan oleh
putra khalifah sendiri.
Beberapa orang sejarawan yang menaruh minat terhadap peristiwa itu,
baik yang Muslim maupun yang bukan, memberikan kritik kepada Aisyah dalam
pertempuran melawan Ali. Tetapi tidak seorang pun yang meragukan kesungguhan
hati dan keyakinan Aisyah untuk menuntut balas bagi darah Usman.
Aisyah menyaksikan berbagai perubahan yang dialami oleh Islam
selama tiga puluh tahun kekuasaan khalifah yang saleh. Ia meninggal dunia tahun
678 Masehi. Ketika itu kekuasaan berada di tangan Muawiya. Penguasa ini amat
takut kepada Aisyah dengan kritik-kritiknya yang pedas berkenaan dengan negara
Islam yang secara politis sedang berubah itu.
Ibu Utama agama Islam ini terkenal dengan bermacam ragam sifat
kesalehannya, umurnya, kebijaksanaannya, kesederhanaannya, kemurahan hatinya,
dan kesungguhan hatinya untuk menjaga kemurnian riwayat sunnah Nabi.
Kesederhanaan dan kesopanannya segera menjadi obor penyuluh bagi
wanita Islam sejak waktu itu juga. Ia menghuni ruangan yang berukuran kurang
dari 12 X 12 kaki bersama-sama dengan Nabi. Ruangan itu beratap rendah, terbuat
dari batang dan daun kurma, diplester dengan lumpur. Pintunya cuma satu, itu
pun tanpa daun pintu, dan hanya ditutup dengan secarik kain yang digantungkan
di atasnya. Selama masa hidup Nabi, jarang Aisyah tidak kekurangan makan. Pada
malam hari ketika Nabi mengembuskan napasnya yang terakhir, Aisyah tidak
nempunyai minyak. Waktu Khalifah Umar berkuasa, istri dan beberapa sahabat Nabi
mendapatkan tunjangan yang cukup besar tiap bulannya. Aisyah jarang menahan
uang atau pemberian yang diterimanya sampai keesokan harinya, karena semuanya
itu segera dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkannya. Pada suatu hari di
bulan Ramadhan, waktu Abdullah ibn Zubair menyerahkan sekantung uang sejumlah
satu laksa dirham, Aisyah membagikan uang itu sebelum waktu berbuka puasa.
Aisyah pada zamannya terkenal sebagai orator. Pengabdiannya kepada
masyarakat, dan usahanya untuk mengembangkan pengetahuan orang tentang sunnah
dan fiqh, tidak ada tandingannya di dalam catatan sejarah Islam. Jika orang
menemukan persoalan mengenai sunnah dan fiqh yang sukar untuk dipecahkan, soal
itu akhirnya dibawa kepada Aisyah, dan kata-kata Aisyah menjadi keputusan
terakhir. Kecuali Ali, Abdullah ibn Abbas dengan Abdullah ibn Umar, Aisyah juga
termasuk kelompok intelektual di tahun-tahun pertama Islam.
Ibu Agung Agama Islam ini mengembuskan napas yang terakhir 17
Ramadhan, 58 Hijriah (13 Juli, 678 Masehi). Kematiannya menimbulkan rasa duka
terutama di Medina dan di seluruh dunia Islam.
Aisyah bersama Khadijah dan Fatima az-Zahra dianggap sebagai wanita
yang paling menonjol di kalangan wanita Islam. Kebanyakan para ulama
menempatkan Fatima di tangga teratas, diikuti oleh Khadijah, dengan Aisyah
sebagai yang terakhir. Tapi ulama ibn Hazim malah menempatkan Aisyah nomor dua
sesudah Nabi Muhammad, di atas semua istri, sahabat, dan rekan-rekannya.
Menurut Allama ibn Taimiya, Fatima-lah yang berada di tempat teratas, karena ia
itu anak tersayang Nabi, Khadijah itu agung karena dialah orang pertama yang
memeluk agama Islam. Tetapi, tidak seorang pun yang menandingi Aisyah mengenai
peranannya dalam menyebarluaskan ajaran Nabi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar