Beberapa contoh hukum-hukum syariat Islam yang menggambarkan pemuliaan dan penghargaan Islam terhadap kaum perempuan:
1. Kewajiban memakai jilbab (pakaian yang menutupi semua aurat secara sempurna bagi wanita ketika berada di luar rumah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى
أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin agar hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak
diganggu/disakiti. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Ahzaab,59)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan kewajiban memakai jilbab bagi wanita
dan hikmah dari hukum syariat ini, yaitu, “Supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu/disakiti”.
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Ini menunjukkan bahwa gangguan
(bagi wanita dari orang-orang yang berakhlak buruk) akan timbul jika
wanita itu tidak mengenakan jilbab (yang sesuai dengan syariat). Hal ini
dikarenakan jika wanita tidak memakai jilbab, boleh jadi orang akan
menyangka bahwa dia bukan wanita yang ‘afifah (terjaga kehormatannya),
sehingga orang yang ada penyakit (syahwat) dalam hatiya akan mengganggu
dan menyakiti wanita tersebut, atau bahkan merendahkan/melecehkannya…
Maka dengan memakai jilbab (yang sesuai dengan syariat) akan mencegah
(timbulnya) keinginan-keinginan (buruk) terhadap diri wanita dari
orang-orang yang mempunyai niat buruk”. (Kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 489))
2. Kewajiban memasang hijab/tabir untuk melindungi perempuan dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya.
Allah berfirman menerangkan hikmah agung disyariatkannya hijab/tabir antara laki-laki dan perempuan,
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada
mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara
yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Qs. al-Ahzaab: 53)
Syaikh Muhammad bin Ibarahim Alu syaikh berkata, “(Dalam ayat ini)
Allah menyifati hijab/tabir sebagai kesucian bagi hatinya orang-orang
yang beriman, laki-laki maupun perempuan, karena mata manusia kalau
tidak melihat (sesuatu yang mengundang syahwat, karena terhalangi
hijab/tabir) maka hatinya tidak akan berhasrat (buruk). Oleh karena itu,
dalam kondisi ini hati manusia akan lebih suci, sehingga (peluang)
tidak timbulnya fitnah (kerusakan) pun lebih besar, karena hijab/tabir
benar-benar mencegah (timbulnya) keinginan-keinginan (buruk) dari
orang-orang yang ada penyakit (dalam) hatinya”. (Kitab al-Hijaabu wa Fadha-iluhu (hal. 3))
3. Kewajiban wanita untuk menetap di dalam rumah dan hanya boleh
keluar rumah jika ada kepentingan yang dibenarkan dalam agama. (Lihat
kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 53))
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
الْأُولَى، وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ، إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ
الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap
di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (sering keluar
rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan)
wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud
hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait (istri-istri Nabi)
dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Qs. al-Ahzaab: 33)
Dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
wanita adalah aurat, maka jika dia keluar (rumah) setan akan
mengikutinya (menghiasainya agar menjadi fitnah bagi laki-laki), dan
keadaanya yang paling dekat dengan Rabbnya (Allah ) adalah ketika dia
berada di dalam rumahnya.” (HR Ibnu Khuzaimah (no. 1685), Ibnu
Hibban (no. 5599) dan at-Thabrani dalam “al-Mu’jamul ausath” (no.
2890), dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Mundziri
dan syikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaaditsish shahiihah” (no. 2688))
Syaikh Bakr Abu Zaid ketika menerangkan hikmah agung diharamkannya
tabarruj dalam Islam, beliau berkata, “Adapun dalam agama Islam maka
perbuatan ini (tabarruj) diharamkan, dengan kuat dan kokohnya keimanan
yang menancap dalam hati seorang wanita muslimah, dalam rangka
(mewujudkan) ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi
wa sallam, serta (dalam rangka) menghiasi diri dengan kesucian dan
kemuliaan, menghindarkan diri dari kehinaan, juga (dalam rangka)
menjauhi perbuatan dosa, memperhitungkan pahala dan ganjaran (dari-Nya),
serta takut akan siksaan-Nya yang pedih. Maka wajib bagi para wanita
muslimah untuk bertakwa kepada Allah dan menjauhi (semua perbuatan) yang
dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, supaya
mereka tidak ikut serta dalam menyusupkan kerusakan di dalam (tubuh)
kaum muslimin, dengan tersebarnya perbuatan-perbuatan keji, merusak
(moral) anggota keluarga dan rumah tangga, serta merajalelanya perbuatan
zina. Juga supaya mereka tidak menjadi sebab yang mengundang pandangan
mata yang berkhianat dan hati yang berpenyakit (yang menyimpan keinginan
buruk) kepada mereka, sehingga mereka berdosa dan menjadikan orang lain
(juga) berdosa”.(Lihat kitab Hiraasatul Fadhiilah (hal. 105))
4. Tugas dan tanggung jawab kaum wanita, yaitu mendidik dan mengarahkan anak-anak di dalam rumah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ألا كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته، … والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسؤولة عنهم”
“Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan
dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya …seorang wanita
(istri) adalah pemimpin di rumah suaminya bagi anak-anaknya, dan dia
akan dimintai pertanggungjawaban tentang (perbuatan) mereka.”(HR.
al-Bukhari (no. 2416) dan Muslim (no. 1829))
Tugas dan tanggung jawab ini menunjukkan agungnya kedudukan dan peran
kaum wanita dalam Islam, karena merekalah pendidik pertama dan utama
generasi muda Islam, yang dengan memberikan bimbingan yang baik bagi
mereka, berarti telah mengusahakan perbaikan besar bagi masyarakat dan
umat Islam.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin berkata, “Sesungguhnya kaum
wanita memiliki peran yang agung dan penting dalam upaya memperbaiki
(kondisi) masyarakat, hal ini dikarenakan (upaya) memperbaiki (kondisi)
masyarakat itu ditempuh dari dua sisi,
– Yang pertama, perbaikan (kondisi) di luar (rumah), yang dilakukan
di pasar, mesjid dan tempat-tempat lainnya di luar (rumah). Yang
perbaikan ini didominasi oleh kaum laki-laki, karena merekalah
orang-orang yang beraktifitas di luar (rumah).
– Yang kedua, perbaikan di balik dinding (di dalam rumah), yang ini
dilakukan di dalam rumah. Tugas (mulia) ini umumnya disandarkan kepada
kaum wanita, karena merekalah pemimpin/pendidik di dalam rumah.
Oleh karena itu, tidak salah kalau sekiranya kita mengatakan, bahwa
sesungguhnya kebaikan separuh atau bahkan lebih dari (jumlah) masyarakat
disandarkan kepada kaum wanita. Hal ini dikarenakan dua hal,
1. Jumlah kaum wanita sama dengan jumlah laki-laki, bahkan lebih
banyak dari laki-laki. Ini berarti umat manusia yang terbanyak adalah
kaum wanita, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits-hadits Rasulullah
shallallahu ‘alahi wa salla. Berdasarkan semua ini, maka kaum wanita
memiliki peran yang sangat besar dalam memperbaiki (kondisi) masyarakat.
2. Awal mula tumbuhnya generasi baru adalah dalam asuhan para wanita,
yang ini semua menunjukkan mulianya tugas kaum wanita dalam (upaya)
memperbaiki masyarakat. (Kitab Daurul Mar-ati fi ishlaahil Mujtama’
(hal. 3-4))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar